Cerpenku Oleh
:R.Budianto
Hari itu, adalah hari pertamaku masuk Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). Hari yang mendebarkan sekaligus penuh suka cita karena
perihal aku bisa masuk di salah satu sekolah favorit di daerahku. Banyak
hal baru yang aku temukan--mulai dari
Teman baru, Guru baru, seragam baru dan tentunya Cinta yang baru. Semua berawal
dari masa Putih Abu-abu yang penuh coretan cerita setiap harinya tanpa Mengulang-ulang
cerita yang sama. Pagi itu, Jupri sahabatku se-dari SMP datang kerumah
menjemputku untuk berangkat bareng ke sekolah, kebetulan kami satu kelas.
“Dit, tugas matematikamu udah selesai
blom?” Ucap Jupri yang sudah Siap-siap melajukan kendaraannya.
“Udah donk.” Jawabku sambil mengenakan
helm warna putih kesayangnku.
“Entar aku nyontek yah?” Jupri yang
kembali bertanya sambil memasang seringai kecil di wajahnya. Kebiasaan yang selalu dilakukan oleh
Jupri setiap kali diberikan tugas oleh Guru.
“Iya, siip deh.” Sambil mengacungkan
jempol ke samping muka Jupri yang sedang fokus mengemudikan kendaraan.
Pagi ini, aku tidak terlalu
mempermasalhakan kebiasaan Sahabatku itu., yang sudah dua tahun terakhir kami
bersama menjalani kehidupan sekolah yang penuh dengan warna setiap harinya. Di perjalanan
ke sekolah, terlihat orang-orang yang sedang asyik mengobrol sambil jalan,
mengenakan baju putih abu-abu yang nampak masih baru, lengkap dengan aksesoris
topi dan dasi. Kupandangi mereka sambil memikirkan jika mereka adalah Siswa-siswi
baru yang sedang menjalankan masa Orientasi sekolah. Hingga aku teringat
kejadian dua tahun lalu, waktu itu aku masih terlihat polos mengenakan seragam
Putih Abu-abu lengkap dengan aksesoris seperti mereka. Namun tidak dengan
sekarang, yang sudah dua tahun setengah menjalani Getar-getir kisah kehidupan
sekolah.
Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah,
aku hanya terdiam di atas motor dan larut dalam dunia nostalgiaku sendiri.
Sampai aku sadar jika sudah banyak suka-duka yang kualami selama dua tahun
terakhir. Memori itu muncul satu per satu dalam ingatanku, bahkan hal yang
seharusnya sudah kulupakan muncul kembali dalam benakku. Aku teringat waktu
pertama kali melihat gadis itu, wajah yang nampak bersahaja kepada semua orang
tapi sayang dia tak pandai bercakap. Mulanya aku hanya menganggap semua ini
biasa-biasa saja, tetapi seiring bergantinya hari semua itu jadi berubah, hal
yang dulunya hanya kuanggap biasa saja kini menjadi sesuatu yang istimewa. Itu
ingatan yang sampai sekarang masih terus kuingat.
“Woii..., turun kita sudah sampai!”
Suara Jupri yang Tiba-tiba membuat kenangan itu berhamburan menghilang dalam
otakku.
“Iyaiya, Sorry ppri” Ucapku yang mulai
melepas helm dan menggaruk kepala yang tidak gatal.
“Masih Pagi Dit, kebiasaan nih kamu
ngelamun terus.” Jupri mendengus kecil
dan sudah berjalan menuju kelas meninggalkanku sendirian diparkiran yang masih
terlihat sunyi, sementara aku masih
sibuk mengaitkan helm di jok motor.
“Pprii.., tunggu.” Teriakku yang
langsung Berlari-lari kecil menuju kelas. lima menit langit jam pelajaran akan
dimulai. Pagi itu kami akan sangat sibuk membahas Soal-soal prediksi yang
berkemungkinan akan naik nanti pada saat Ujian Nasional.
“Kring… Kring..” Terdengar bunyi lonceng
pertanda masuk. Aku lalu memerintahkan kepada Teman-teman untuk memberi salam
kepada Guru yang sudah berdiri di hadapan kami. Itu merupakan kewajiban yang
harus kulakukan saat pelajaran baru dimulai dan jika sudah usai, tugas seorang
ketua kelas.
“Hari ini kita akan membahas Soal-soal
prediksi Bahasa Indonseia. Adit tolong bagikan lembar-lembar soal ini kepada Teman-temanmu.”
Seru Ibu Rani, Guru yang mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Tanpa banyak cakap, aku langsung
berdiri mengambil Lembaran-lembaran soal tersebut, lalu membagikannya pada semua
Siswa-siswi yang berjumlah sekitar dua puluh empat orang. Setelah lembaran soal
sudah selesai ku bagikan, kami kembali disuruh untuk mengerjakan soal tersebut
secara mandiri dan mempertanyakan jika ada bagian yang kurang dipahami.
“Ditt, nanti kalau lulus, kamu mau
lanjut dimana?” Tanya Reza teman satu bangku denganku.
“Entahlah, aku juga masih bingung. Kalau
kamu mau lanjut dimana za?” Jawabku yang kembali bertanya dan memandangi Soal-soal
di atas mejaku.
“kalau aku, mungkin lanjut di sini saja,
lagian aku juga dapat bekerja dan Bantu-bantu ibu dirumah.” Balas Reza sambil
tersenyum kecil dan sibuk memainkan pulpennya.
Sempat aku melihat mata Reza yang
berkaca-kaca hendak ingin menetesakan air jatuh kepipinya. Namun mungkin ia
malu jika sampai menangis dihapadan sahabatnya. Reza memang bukan orang kaya, dia
harus bekerja keras untuk mendapatkan uang agar dapat membiayai sekolahnya
sendiri karena sosok Pahlawan dalam keluarganya harus pergi lebih dulu
menghadap Sang Khalik. Namun aku selalu salut dengan Reza karena ia memiliki hati
yang tidak dimiliki kebanyakan orang, yaitu selalu bersabar dan ingin bekerja
keras.
Separuh hari aku habiskan untuk mengerjakan
Soal-soal latihan sampai bunyi lonceng pertanda istirahat berdering.
“Kring… Kring…”
“Dit, ayo kekantin!” Ujar Reza yang sedang
sibuk memasukkan Buku-bukunya kedalam tas.
“Aku disini aja Za, lagian tadi juga udah
sarapan banyak kok sebelum berangkat sekolah.” Kataku, sambil memandangi gadis
yang duduk di pojokan kelas.
“Baiklah, kalau gitu aku ke kantin dulu
ya Dit. Pri.., tungguin!” Reza berlari kecil menuju Jupri dan Arif yang sudah
lebih dulu berjalan kekantin.
Suara-suara bising terdengar Dimana-mana,
layaknya orang yang sedang bercerita satu sama lain. Entah itu bercerita
menganai dirinya sendiri atau bercerita tentang orang lain. Itulah suasana
kelas yang selalu ramai, Salah-satu hal yang akan sulit untuk dilupakan jika
sudah lulus nantinya. Aku hanya dapat mendengar mereka yang saling tertawa,
tersenyum dan saling melempar ejekan bak seorang sahabat. Aku sebenarnya tidak terlalu
tertarik menanggapi mereka dan hanya fokus pada satu orang. Sesekali aku curi
pandang kepadanya dan satu dua kali aku tertunduk malu melihat wajah itu.
“hey...” Suara yang Tiba-tiba
mengagetkanku, aku memalingkan wajah kearah suara itu dan sontak loncat dari
bangku karena kaget akan suara usil tersebut.
“Hufft.., ngagetin aja kamu Rin.” Aku
mengelus dada hendak marah namun semua dapat terluluhkan hanya karena satu
senyuman yang terarahkan kepadaku.
“Pasti kamu liatin Gita kan?” Bisik Rini
yang mulai menggoda untuk kujawab pertanyaannya.
“Sok tahu kamu Rin.” Aku menyeringai tak
berniat menanggapinya.
“Ye lah, jujur aja deh. Dit.., yah dia
ngambek!” Rini masih menjahiliku dengan Pertanyaan-pertanyaan yang membuat
mukaku jadi memerah dan berteriak kecil meneriakiku karena aku langsung
keluarruangan tanpa menanggapi pertnyaan usil Rini lalu memenungkan dalam hati
bahwa apa yang dikatakan Rini tadi memang benar. Aku memandanginya dan sesekali
curi pandang dengannya. Ini sudah lama aku lakukan semenjak dua tahun terakhir,
sejak pertama aku melihatnya, melihat wajah sendu itu.
Siang itu, aku hanya menatap hilir-mudik
para Siswa-siswi. Beberapa orang nampak terlihat berjalan sendiri, entah dari
kantin sekolah atau ruang Guru. Mataku hanya terpaku pada satu tatapan yang membuatku
jadi memikirkan kembali Hal-hal yang seharunya tidak terpikirkan. Terkesima
dengan kenangan-kenangan yang sudah sekian tahun berlalu. Apa yang harus aku
lakukan? Perasaan apa ini? Apakah kamu juga merasakan apa yang aku rasakan? Ku
harap kau dapat menjawab semua pertanyaan ini, meski bibir tak mengucapkannya
secara langsung.
Waktu istirahat kuhabiskan dengan
berbual sendiri dalam hati, duduk termangu di bangku semen taman sekolah sambil
memegang selembar kertas Soal-soal prediksi ujian tadi. Namun apakah kau tahu
apa yang sedang kupikirkan dari tadi? Mungkin kebanyakan orang yang melihatku
akan berfikir jika aku sedang berkonsentrasi dengan kertas yang kugenggam. Tapi
penglihatan itu salah, apa yang terkuak dalam kenyataan sesungguhnya berbeda
dengan apa yang mereka lihat. Bisa saja kamu melihat seseorang dari luarnya
lantas kau Mematut-matut dia sesukamu. Tidak semua yang kau lihat itu benar
adanya, terkadang kau hanya perlu melihatnya lebih dalam lagi untuk menilainya
sendiri.
Saat ini aku hanya sibuk berasumsi dengan
perasaanku sendiri, tercenung menatap jalanan ke kelas-kelas yang mulai
lengang. Sepertinya jam istirahat telah selesai, aku harus bergegas masuk
keruangan kembali untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya.
Tak terasa mentari mulai beranjak ke
Barat, menunjukkan jika senja akan hadir sebentar lagi. Aku dan Jupri bersiap
kembali kerumah Masing-masing. Di perjalanan pulang Jupri hanya berbicara
tentang tugas Matematika yang tidak jadi diperiksa tadi dan memnitaku untuk
meminjamkan tugasku untuk dibawanya pulang, karena besok kami akan di suruh
naik ke depan kelas untuk mengerjakan PR yang telah diberikan dua hari yang
lalu itu.
“Besok aku berangkat sendiri ajah Prii.”
Tanganku menyodorkan selembar kertas tugas matematika ke Jupri.
“Tapi, kenapa?” Jupri mulai meraih
kertas itu dari tanganku dan bertanya kembali sembari memasang wajah penasaran
“Nggak Apa-apa kok. Besok aku hanya ada
urusan sedikit yang harus kuselesaikan.” Ucapku sambil menyeringai
“Baiklah kalau begitu, aku pulang dulu
yah.” Jupri pamit dan mulai menghidupkan motornya kemudian segera memutar arah
menuju jalan raya.
Motor Jupri mulai hilang di tikungan
dekat rumah. Aku berbalik melangkah masuk rumah. Diruang tamu, terlihat Ibu telah
menunggu. Aku mulai duduk di sebuah kursi plastik tepat berada di samping Bapak
yang sedang asyik mengotak atik alat pancingannya. Tangan ini
mengepak-ngepakkan topi hingga menimbulkan angin sepoi-sepoi tepat di hadapan
wajahku. Cuaca hari ini memang cukup membuat aku gerah.
“Bagaimana pelajaran di sekolah tadi?”
Ibu yang mulai membuka percakapan
“Yah., seperti biasa Bu, hari ini kami
disibukkan dengan mengerjakan Soal-soal prediksi.” Jawabku sambil membuka
sepatu
“Nanti sore temani Bapak ke bibir pantai
ya, Bersih-bersih Perahu Motor.” Ucap Bapak yang mulai menyambar percakapanku
dengan Ibu.
“Iya Pak.” Ucapku sambil memandangi
sebuah siaran show acara televisi yang terpampang di ruang tamu. Itulah pekerjaan
sebagian penduduk di daerahku. Selain berekebun Bapak juga punya Perahu Motor yang
biasanya digunakan untuk mencari ikan dilaut.
Aku mulai beranjak masuk ke kamar,
sementara Ibu sudah sibuk menyiapkan menu makan siang hari ini. Rian adikku dan
Bapak sedang sibuk menonton televisi sambil menunggu makanan selesai
dihidangkan. Yah begitulah pekerjaan Ibu, semenjak Kakak perempuanku merantau
ke kota seberang untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Ibu
selalu bekerja sendirian didapur. Setelah makan siang selesai, aku memilih
untuk beristirahat sejenak dikamar, melepas semua penak yang sedari tadi
kurasakan. Menimbang-nimbang kembali apa yang menjadi pertanyaanku tadi di
sekolah.
Tak terasa senja mulai terlihat
dipangkuan Cakrawala, terlihat cahaya jingga mulai terbesit di jendela kamarku.
Aku dan Bapak kemudian bergegas menuju bibir pantai untuk membersihkan Perahu
Motor miliknya. Beginilah kegiatan yang harus kujalani setiap harinya,
bersekolah, membantu Bapak dan Ibu, membantu mengerjakan tugas Rian Adikku dan
tentunya memikirkanmu setiap hari. Namun apa yang ku paparkan diatas hanya sebagian
kecil dari kisah yang kujalani ini. Butuh Berlembar-lembar atau mungkin juga Bertumpuk-tumpuk
helaian kertas putih untuk menumpahkan kisah ini diatasnya.
Hari ini, senja seakan ingin mengajakku
berbicara tentangmu. Tapi ia harus segera beristirahat dan kembali lagi esok
hari begitupun aku yang harus segera pulang dan melanjutkan kisah ini kembali
di hari besok. Beribu pertanyaan dari Kenangan-kengan masa lalu mulai berdatangan
disanubariku. Tiga tahun kita sudah berpisah dan sebentar lagi kita akan diwisuda
hingga menyandang sebuah Tittle. Aku terus memikirkanmu sampai saat ini dan
mulai bertanya sendiri dalam hati kecilku, sedang apa kamu hari ini? Apa kamu
masih mengingat kisah-kisah yang kuceritakan diatas? Atau sudah lupa dengan
semuanya? Lantas, mungkin kau sudah
punya kisah baru yang menghias ceritamu sendiri? Pertanyaan-pertanyaan ini
seakan hanya membuatku bernalar dalam sepi, jika semua ini hanya tentang waktu.
Aku hanya berharap jika detik waktu dapat mengantarkanku ke rindu yang telah
lama berlalu.
Malam ini, langit seakan membawa anganku
melayang kemimpi yang sudah sekian lama hadir dalam tidurku. Terlihat Bintang-bintang
berkerlipan seperti sedang menertawakan apa yang telah terlewatkan kemarin
namun Bulan seakan masih memberi pengharapan dengan sinarnya yang menerangi
hening malam. Ini hanya Kenangan-kenangan yang tersirat dalam benak empat tahun
yang lalu dan seakan hari ini kembali bekecamuk dalam pikiranku. Udara malam
mulai menusuk, Lampu-lampu perkotaan nampak indah Berwarna-warni. Ini sudah
larut malam, sebaiknya aku beranjak untuk tidur, agar kisah esok dapat
kuceritakan kembali.
Belum ada tanggapan untuk "Cerpen "Aku & Sebuah Cerita Tentang KENANGAN""
Post a Comment