Cerpen "Aku & Sebuah Cerita Tentang KENANGAN"

Cerpenku                                   Oleh :R.Budianto
penikmat-baca.blogspot.com
Hari itu, adalah hari pertamaku masuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hari yang mendebarkan sekaligus penuh suka cita karena perihal aku bisa masuk di salah satu sekolah favorit di daerahku. Banyak hal  baru yang aku temukan--mulai dari Teman baru, Guru baru, seragam baru dan tentunya Cinta yang baru. Semua berawal dari masa Putih Abu-abu yang penuh coretan cerita setiap harinya tanpa Mengulang-ulang cerita yang sama. Pagi itu, Jupri sahabatku se-dari SMP datang kerumah menjemputku untuk berangkat bareng ke sekolah, kebetulan kami satu kelas.
“Dit, tugas matematikamu udah selesai blom?” Ucap Jupri yang sudah Siap-siap melajukan kendaraannya.
“Udah donk.” Jawabku sambil mengenakan helm warna putih kesayangnku.
“Entar aku nyontek yah?” Jupri yang kembali bertanya sambil memasang seringai kecil di  wajahnya. Kebiasaan yang selalu dilakukan oleh Jupri setiap kali diberikan tugas oleh Guru.
“Iya, siip deh.” Sambil mengacungkan jempol ke samping muka Jupri yang sedang fokus mengemudikan kendaraan.
Pagi ini, aku tidak terlalu mempermasalhakan kebiasaan Sahabatku itu., yang sudah dua tahun terakhir kami bersama menjalani kehidupan sekolah yang penuh dengan warna setiap harinya. Di perjalanan ke sekolah, terlihat orang-orang yang sedang asyik mengobrol sambil jalan, mengenakan baju putih abu-abu yang nampak masih baru, lengkap dengan aksesoris topi dan dasi. Kupandangi mereka sambil memikirkan jika mereka adalah Siswa-siswi baru yang sedang menjalankan masa Orientasi sekolah. Hingga aku teringat kejadian dua tahun lalu, waktu itu aku masih terlihat polos mengenakan seragam Putih Abu-abu lengkap dengan aksesoris seperti mereka. Namun tidak dengan sekarang, yang sudah dua tahun setengah menjalani Getar-getir kisah kehidupan sekolah.
Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, aku hanya terdiam di atas motor dan larut dalam dunia nostalgiaku sendiri. Sampai aku sadar jika sudah banyak suka-duka yang kualami selama dua tahun terakhir. Memori itu muncul satu per satu dalam ingatanku, bahkan hal yang seharusnya sudah kulupakan muncul kembali dalam benakku. Aku teringat waktu pertama kali melihat gadis itu, wajah yang nampak bersahaja kepada semua orang tapi sayang dia tak pandai bercakap. Mulanya aku hanya menganggap semua ini biasa-biasa saja, tetapi seiring bergantinya hari semua itu jadi berubah, hal yang dulunya hanya kuanggap biasa saja kini menjadi sesuatu yang istimewa. Itu ingatan yang sampai sekarang masih terus kuingat.
“Woii..., turun kita sudah sampai!” Suara Jupri yang Tiba-tiba membuat kenangan itu berhamburan menghilang dalam otakku.
“Iyaiya, Sorry ppri” Ucapku yang mulai melepas helm dan menggaruk kepala yang tidak gatal.
“Masih Pagi Dit, kebiasaan nih kamu ngelamun terus.” Jupri  mendengus kecil dan sudah berjalan menuju kelas meninggalkanku sendirian diparkiran yang masih terlihat sunyi, sementara aku  masih sibuk mengaitkan helm di jok motor.
“Pprii.., tunggu.” Teriakku yang langsung Berlari-lari kecil menuju kelas. lima menit langit jam pelajaran akan dimulai. Pagi itu kami akan sangat sibuk membahas Soal-soal prediksi yang berkemungkinan akan naik nanti pada saat Ujian Nasional.
“Kring… Kring..” Terdengar bunyi lonceng pertanda masuk. Aku lalu memerintahkan kepada Teman-teman untuk memberi salam kepada Guru yang sudah berdiri di hadapan kami. Itu merupakan kewajiban yang harus kulakukan saat pelajaran baru dimulai dan jika sudah usai, tugas seorang ketua kelas.
“Hari ini kita akan membahas Soal-soal prediksi Bahasa Indonseia. Adit tolong bagikan lembar-lembar soal ini kepada Teman-temanmu.” Seru Ibu Rani, Guru yang mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia.
            Tanpa banyak cakap, aku langsung berdiri mengambil Lembaran-lembaran soal tersebut, lalu membagikannya pada semua Siswa-siswi yang berjumlah sekitar dua puluh empat orang. Setelah lembaran soal sudah selesai ku bagikan, kami kembali disuruh untuk mengerjakan soal tersebut secara mandiri dan mempertanyakan jika ada bagian yang kurang dipahami.
“Ditt, nanti kalau lulus, kamu mau lanjut dimana?” Tanya Reza teman satu bangku denganku.
“Entahlah, aku juga masih bingung. Kalau kamu mau lanjut dimana za?” Jawabku yang kembali bertanya dan memandangi Soal-soal di atas mejaku.
“kalau aku, mungkin lanjut di sini saja, lagian aku juga dapat bekerja dan Bantu-bantu ibu dirumah.” Balas Reza sambil tersenyum kecil dan sibuk memainkan pulpennya.
Sempat aku melihat mata Reza yang berkaca-kaca hendak ingin menetesakan air jatuh kepipinya. Namun mungkin ia malu jika sampai menangis dihapadan sahabatnya. Reza memang bukan orang kaya, dia harus bekerja keras untuk mendapatkan uang agar dapat membiayai sekolahnya sendiri karena sosok Pahlawan dalam keluarganya harus pergi lebih dulu menghadap Sang Khalik. Namun aku selalu salut dengan Reza karena ia memiliki hati yang tidak dimiliki kebanyakan orang, yaitu selalu bersabar dan ingin bekerja keras.
Separuh hari aku habiskan untuk mengerjakan Soal-soal latihan sampai bunyi lonceng pertanda istirahat berdering.
“Kring… Kring…”
“Dit, ayo kekantin!” Ujar Reza yang sedang sibuk memasukkan Buku-bukunya kedalam tas.
“Aku disini aja Za, lagian tadi juga udah sarapan banyak kok sebelum berangkat sekolah.” Kataku, sambil memandangi gadis yang duduk di pojokan kelas.
“Baiklah, kalau gitu aku ke kantin dulu ya Dit. Pri.., tungguin!” Reza berlari kecil menuju Jupri dan Arif yang sudah lebih dulu berjalan kekantin.
            Suara-suara bising terdengar Dimana-mana, layaknya orang yang sedang bercerita satu sama lain. Entah itu bercerita menganai dirinya sendiri atau bercerita tentang orang lain. Itulah suasana kelas yang selalu ramai, Salah-satu hal yang akan sulit untuk dilupakan jika sudah lulus nantinya. Aku hanya dapat mendengar mereka yang saling tertawa, tersenyum dan saling melempar ejekan bak seorang sahabat. Aku sebenarnya tidak terlalu tertarik menanggapi mereka dan hanya fokus pada satu orang. Sesekali aku curi pandang kepadanya dan satu dua kali aku tertunduk malu melihat wajah itu.
“hey...” Suara yang Tiba-tiba mengagetkanku, aku memalingkan wajah kearah suara itu dan sontak loncat dari bangku karena kaget akan suara usil tersebut.
“Hufft.., ngagetin aja kamu Rin.” Aku mengelus dada hendak marah namun semua dapat terluluhkan hanya karena satu senyuman yang terarahkan kepadaku.
“Pasti kamu liatin Gita kan?” Bisik Rini yang mulai menggoda untuk kujawab pertanyaannya.
“Sok tahu kamu Rin.” Aku menyeringai tak berniat menanggapinya.
“Ye lah, jujur aja deh. Dit.., yah dia ngambek!” Rini masih menjahiliku dengan Pertanyaan-pertanyaan yang membuat mukaku jadi memerah dan berteriak kecil meneriakiku karena aku langsung keluarruangan tanpa menanggapi pertnyaan usil Rini lalu memenungkan dalam hati bahwa apa yang dikatakan Rini tadi memang benar. Aku memandanginya dan sesekali curi pandang dengannya. Ini sudah lama aku lakukan semenjak dua tahun terakhir, sejak pertama aku melihatnya, melihat wajah sendu itu.
Siang itu, aku hanya menatap hilir-mudik para Siswa-siswi. Beberapa orang nampak terlihat berjalan sendiri, entah dari kantin sekolah atau ruang Guru. Mataku hanya terpaku pada satu tatapan yang membuatku jadi memikirkan kembali Hal-hal yang seharunya tidak terpikirkan. Terkesima dengan kenangan-kenangan yang sudah sekian tahun berlalu. Apa yang harus aku lakukan? Perasaan apa ini? Apakah kamu juga merasakan apa yang aku rasakan? Ku harap kau dapat menjawab semua pertanyaan ini, meski bibir tak mengucapkannya secara langsung.
Waktu istirahat kuhabiskan dengan berbual sendiri dalam hati, duduk termangu di bangku semen taman sekolah sambil memegang selembar kertas Soal-soal prediksi ujian tadi. Namun apakah kau tahu apa yang sedang kupikirkan dari tadi? Mungkin kebanyakan orang yang melihatku akan berfikir jika aku sedang berkonsentrasi dengan kertas yang kugenggam. Tapi penglihatan itu salah, apa yang terkuak dalam kenyataan sesungguhnya berbeda dengan apa yang mereka lihat. Bisa saja kamu melihat seseorang dari luarnya lantas kau Mematut-matut dia sesukamu. Tidak semua yang kau lihat itu benar adanya, terkadang kau hanya perlu melihatnya lebih dalam lagi untuk menilainya sendiri.
 Saat ini aku hanya sibuk berasumsi dengan perasaanku sendiri, tercenung menatap jalanan ke kelas-kelas yang mulai lengang. Sepertinya jam istirahat telah selesai, aku harus bergegas masuk keruangan kembali untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya.
Tak terasa mentari mulai beranjak ke Barat, menunjukkan jika senja akan hadir sebentar lagi. Aku dan Jupri bersiap kembali kerumah Masing-masing. Di perjalanan pulang Jupri hanya berbicara tentang tugas Matematika yang tidak jadi diperiksa tadi dan memnitaku untuk meminjamkan tugasku untuk dibawanya pulang, karena besok kami akan di suruh naik ke depan kelas untuk mengerjakan PR yang telah diberikan dua hari yang lalu itu.
“Besok aku berangkat sendiri ajah Prii.” Tanganku menyodorkan selembar kertas tugas matematika ke Jupri.
“Tapi, kenapa?” Jupri mulai meraih kertas itu dari tanganku dan bertanya kembali sembari memasang wajah penasaran
“Nggak Apa-apa kok. Besok aku hanya ada urusan sedikit yang harus kuselesaikan.” Ucapku sambil menyeringai
“Baiklah kalau begitu, aku pulang dulu yah.” Jupri pamit dan mulai menghidupkan motornya kemudian segera memutar arah menuju jalan raya.
Motor Jupri mulai hilang di tikungan dekat rumah. Aku berbalik melangkah masuk rumah. Diruang tamu, terlihat Ibu telah menunggu. Aku mulai duduk di sebuah kursi plastik tepat berada di samping Bapak yang sedang asyik mengotak atik alat pancingannya. Tangan ini mengepak-ngepakkan topi hingga menimbulkan angin sepoi-sepoi tepat di hadapan wajahku. Cuaca hari ini memang cukup membuat aku gerah.
“Bagaimana pelajaran di sekolah tadi?” Ibu yang mulai membuka percakapan
“Yah., seperti biasa Bu, hari ini kami disibukkan dengan mengerjakan Soal-soal prediksi.” Jawabku sambil membuka sepatu
“Nanti sore temani Bapak ke bibir pantai ya, Bersih-bersih Perahu Motor.” Ucap Bapak yang mulai menyambar percakapanku dengan Ibu.
“Iya Pak.” Ucapku sambil memandangi sebuah siaran show acara televisi yang terpampang di ruang tamu. Itulah pekerjaan sebagian penduduk di daerahku. Selain berekebun Bapak juga punya Perahu Motor yang biasanya digunakan untuk mencari ikan dilaut.
Aku mulai beranjak masuk ke kamar, sementara Ibu sudah sibuk menyiapkan menu makan siang hari ini. Rian adikku dan Bapak sedang sibuk menonton televisi sambil menunggu makanan selesai dihidangkan. Yah begitulah pekerjaan Ibu, semenjak Kakak perempuanku merantau ke kota seberang untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Ibu selalu bekerja sendirian didapur. Setelah makan siang selesai, aku memilih untuk beristirahat sejenak dikamar, melepas semua penak yang sedari tadi kurasakan. Menimbang-nimbang kembali apa yang menjadi pertanyaanku tadi di sekolah.
Tak terasa senja mulai terlihat dipangkuan Cakrawala, terlihat cahaya jingga mulai terbesit di jendela kamarku. Aku dan Bapak kemudian bergegas menuju bibir pantai untuk membersihkan Perahu Motor miliknya. Beginilah kegiatan yang harus kujalani setiap harinya, bersekolah, membantu Bapak dan Ibu, membantu mengerjakan tugas Rian Adikku dan tentunya memikirkanmu setiap hari. Namun apa yang ku paparkan diatas hanya sebagian kecil dari kisah yang kujalani ini. Butuh Berlembar-lembar atau mungkin juga Bertumpuk-tumpuk helaian kertas putih untuk menumpahkan kisah ini diatasnya.
Hari ini, senja seakan ingin mengajakku berbicara tentangmu. Tapi ia harus segera beristirahat dan kembali lagi esok hari begitupun aku yang harus segera pulang dan melanjutkan kisah ini kembali di hari besok. Beribu pertanyaan dari Kenangan-kengan masa lalu mulai berdatangan disanubariku. Tiga tahun kita sudah berpisah dan sebentar lagi kita akan diwisuda hingga menyandang sebuah Tittle. Aku terus memikirkanmu sampai saat ini dan mulai bertanya sendiri dalam hati kecilku, sedang apa kamu hari ini? Apa kamu masih mengingat kisah-kisah yang kuceritakan diatas? Atau sudah lupa dengan semuanya?  Lantas, mungkin kau sudah punya kisah baru yang menghias ceritamu sendiri? Pertanyaan-pertanyaan ini seakan hanya membuatku bernalar dalam sepi, jika semua ini hanya tentang waktu. Aku hanya berharap jika detik waktu dapat mengantarkanku ke rindu yang telah lama berlalu.
Malam ini, langit seakan membawa anganku melayang kemimpi yang sudah sekian lama hadir dalam tidurku. Terlihat Bintang-bintang berkerlipan seperti sedang menertawakan apa yang telah terlewatkan kemarin namun Bulan seakan masih memberi pengharapan dengan sinarnya yang menerangi hening malam. Ini hanya Kenangan-kenangan yang tersirat dalam benak empat tahun yang lalu dan seakan hari ini kembali bekecamuk dalam pikiranku. Udara malam mulai menusuk, Lampu-lampu perkotaan nampak indah Berwarna-warni. Ini sudah larut malam, sebaiknya aku beranjak untuk tidur, agar kisah esok dapat kuceritakan kembali.


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Cerpen "Aku & Sebuah Cerita Tentang KENANGAN""

Post a Comment